Senin, 01 Juni 2009

Pembelajaran Aktif

www.ceds-id.org

Pembelajaran aktif atau yang diistilahkan oleh Candy (1994) sebagai pembelajaran orang dewasa, adalah pembelajaran yang sengaja didesain agar peserta didik dapat secara aktif dan bertanggung jawab atas apa yang dipelajarinya. Pembelajaran di sini tidak lagi menempatkan mahasiswa sebagai objek pembelajaran, sebagaimana yang selama ini terjadi, namun mahasiswa diposisikan sebagai subjek pembelajaran yang memiliki tanggung jawab sendiri dalam keberhasilan proses pembelajarannya. Sistem ini tidak lagi memposisikan pengajar sebagai pusat (teacher- centred), akan tetapi mahasiswa harus mampu mengembangkan pembelajarannya sendiri (self directed learning). Pengujian seberapa besar peserta didik mampu mengikuti proses pembelajaran juga dilakukan oleh peserta didik sendiri. Jadi, mahasiswa sebagai peserta didik merupakan “arsitek” pendidikannya sendiri yang bertanggung jawab terhadap isi dan struktur kurikulum. (Candy, 1994: 127-128).

Sudah seharusnya memang kita perlu memandang peserta didik kita yakni mahasiswa sebagai individu dewasa yang telah mampu mempersepsi dirinya sebagai penanggung jawab atas hidupnya sendiri. Ini ciri khas pembelajaran yang diterapkan untuk orang dewasa atau yang dikenal dengan istilah lain sebagai andragogi. Andragogi itu sendiri adalah sebuah ilmu dan seni mengajar untuk orang dewasa (the art and science of teaching adults). Malcolm Knowles, seperti dikutip Pratomo (2000), menyebut setidaknya empat aspek dalam implikasi pembelajaran orang dewasa (andragogi), yakni:

1. Konsep diri

Orang dewasa biasanya menuntut independensi dalam proses pembelajarannya. Karena sifat otonomi ini sering kali terjadi “pemberontakan” pada diri individu dewasa ketika dihadapkan pada situasi belajar yang bertentangan dengan perkembangan maturitasnya seperti misalnya diperlakukan layaknya anak kecil, dianggap bodoh, tidak dihormati dan sebagainya. Sebaliknya bila orang dewasa menyadari kemampuannya untuk mandiri dalam belajar hal ini akan mempertinggi motivasinya untuk belajar. Suasana belajar biasanya lebih bersifat informal dan mendorong masing-masing pesertanya untuk saling menghargai kerjasama. Hubungan antara pengajar dan mahasiswa adalah hubungan timbal balik dan membantu (helping relationships). Perencanaan proses belajar dilakukan bersama antara pengajar dan mahasiswa. Jadi, ada semacam “kontrak pembelajaran” yang disepakati oleh kedua belah pihak. Di sini pengajar berperan sebagai nara sumber atau fasilitator. Dan pada akhir proses pembelajaran, evaluasi dilakukan bersama-sama antara pengajar-mahasiswa

2. Peranan pengalaman

Dalam proses pembelajaran orang dewasa, pengalaman memiliki pengaruh besar dalam pencapaian keberhasilan pembelajaran. Pengalaman bagi mereka merupakan sumber belajar. Sehingga dalam andragogi, metode yang paling cocok digunakan adalah metode eksperiential. Metode ini memungkinkan mahasiswa mendapatkan banyak pengalaman dalam proses pembelajarannya. Penerapan metode belajar seperti studi kasus, simulasi, main peran, proyek, demonstrasi dan konsultasi biasanya dilakukan.

3. Kesiapan belajar

Kesiapan belajar orang dewasa biasanya ditentukan oleh tuntutan peran yang sesuai dengan tuntutan tugas sosialnya dalam masyarakat (developmental tasks of social roles). Sehingga desain kurikulum sebaiknya disesuaikan dengan tuntutan tugas dan perkembangan.

4. Orientasi proses

Orang dewasa pada umumnya melihat pendidikan sebagai proses peningkatan ketrampilan yang akan segera bermanfaat dalam kehidupan sesuai fungsinya dalam masyarakat. Sehingga pendidikan orang dewasa tidak lagi didasarkan pada materi ajar (subject-centered), akan tetapi lebih difokuskan pada penggunaan masalah-masalah (problem-centered)

Ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam mengembangkan pembelajaran aktif, yakni:

1. Peserta didik bertanggung jawab terhadap pembelajarannya sendiri

2. Peserta didik menentukan sumber pembelajaran dan cara mencarinya

3. Peserta didik mampu memecahkan masalah

4. Peserta didik mampu mengevaluasi hasil belajar (Candy, 1994: 128)

Sinergi keempat prinsip tersebut, pada akhirnya, diharapkan akan mampu mengembangkan ketrampilan pembelajaran seumur hidup bagi peserta didik (lifelong learning skills).

Melihat empat prinsip di atas jelas bahwa peran dari seorang pengajar dalam sistem pembelajaran aktif minimal. Pengajar dalam sistem ini hanya bertugas sebagai nara sumber ataupun fasilitator. Pengajar tidak lagi bertugas sebagai hakim yang memiliki otoritas untuk menentukan benar atau salahnya peserta didik dalam proses pembelajarannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar