Oleh : Zulkifli Mile S.Pd, M.Pd
(Guru SMA Negeri 2 Luwuk)
DALAM pencapaian tujuan pendidikan nasional yang sesuai dengan Undang-undang sisdiknas haruslah memiliki produk kurikulum yang cocok dalam pengembangan proses belajar mengajar. Jika hal ini tidak berjalan sesuai dengan karasteristik kebutuhan proses belajar mengajar maka tujuan untuk peningkatan mutu pendidikan akan mengalami kegagalan. Kurikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang cukup sentral dalam keseluruhan kegiatan pembelajaran, menentukan proses pelaksanaan dan hasil pendidikan.
Mengingat pentingnya peran kurikulum dalam pendidikan dan dalam perkembangan pendidikan peserta didik, maka pengembangan kurikulum tidak bisa dikerjakan asal jadi. Perancangan program pendidikan harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan diorientasikan pada pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang dan akan terjadi. Oleh karena itu, diharapkan kurikulum sekarang harus dirancang oleh guru bersama masyarakat pemakai.
Untuk bisa merancang kurikulum yang baik dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat saat ini, seorang guru sangatlah memiliki peranan yang amat sentral. Oleh karena itu, kompotensi manajemen pengembangan kurikulum perlu dimiliki oleh setiap guru disamping kompotensi teori belajar. Saat ini pemerintah selaku penanggung jawab utama bidang pendidikan sering mengeluarkan kebijakan pergantian kurikulum bahkan belakangan ini terjadi dua kali pergantian kurikulum yakni dari KBK menjadi KTSP yang notabenenya sama saja. Dunia pendidikan disibukkan dengan berbagai kegiatan ilmiah, pelatihan-pelatihan dan lain sebagainya dalam rangka sosialisasi kurikulum. Namun, kegiatan itu tidak membawa pencerahan bagi guru, sebaliknya justru membawa frustasi karana membingungkan.
Model berbagai kegiatan ilmiah selama ini hanya mendengarkan orang berceramah, tanpa action plan yang serius sehingga dapat dikembangkan dan diimplementasikan oleh guru setelah sampai disekolah. Bahkan, mungkin sipenceramah itu hanya mampu secara teoritik tapi miskin inplementasi dan pengalaman, sehingga action plan yang dilakukan hanya untuk menghabiskan waktu kegiatan. Model kegiatan semacam ini tidak pernah dievaluasi, yaitu senacam penagihan dalam bentuk inplementasi dari peserta kegiatan. Sebaliknya, guru yang mengikuti kegiatan ilmiah tanpa membekali dirinya dengan tema kegiatan yang akan diikuti, sehingga dalam kegiatan mereka asyik mencatat apa yang diucapkan oleh pembicara.. Padahal seharusnya, penyelenggara kegiatan jauh-jauh hari mestinya dapat menginformasikan segala sesuatu yang menjadi persyaratan untuk mengikuti kegiatan tersebut. Hal ini tidak pernah dilakukan.
Akumulasi dari semua kegiatan tersebut dapat diprediksikan tidak ada perubahan kineja yang dapat membawa kearah peningkatan kompotensi guru dan mutu pendidikan
Pengalaman menunjukkan, dengan berbagai pergantian kurikulum toh tidak ada perubahan dan tampaknya tidak dijadikan bahan refleksi oleh birokrat pendidikan maupun lembega pendidika tenaga kependidikan.
Sudah terbukti berkali-kali bahwa pergantian kurikulum tidak dapat membawa perubahan dalam peningkatan mutu pendidikan. Berbagai kegiatan ilmiah, baik penataran guru,seminar dan pelatihan-pelatihan kurang memberikan hasil yang memuaskan. Kiranya sudah waktunya dipikirkan bahwa memberi bekal manajemen pengembangan kurikulum, teori belajar dan dasar-dasar manajemen mutu terpadu bagi guru dan calon guru sangat diperlukan. Disinilah letak pentingnaya LPTK yang mendidik calom guru dan yang akan menguji kompotensi guru.
Guru saat ini dalam memandang kurikulum terlalu sempit sebab masih banyak guru terlalu berpedoman pada silabus yang telah ditentukan, bukannya proses pembelajaran demi penguasaan kompotensi yang dibutuhkan oleh peserta didik, bahkan orientasi pembelajaran lebih didominasi oleh guru. Sehingga yang terjadi adalah pencapaian target penyelesaian dengan domain kognitif semata. Cara pandang ini akan cocok apabila tujuan akhirnya adalah memperoleh nilai baik dalam ujian nasional agar lulus. Perlu diingat bahwa seorang siswa bukan hanya sekedar domain kognitif yang ditingkatkan tetapi aspek sikap, psikomornya harus pula dikembangkan secara paralel.
Jika seorang guru memandang kurikulum dalam arti yang luas, akan menuntut seorang guru untuk mampu berkreatifitas, mengaitkan perilakunya didepan kelas dengan konteks pembelajaran yang menjadi pengalaman dan dibutuhkan oleh peserta didik, sehingga orientasi pembelajaran berpusat pada peserta didik. Sejauh ini terlalau banyak guru memandang kurikulum secara sempit sehingga tidak heran capaian kurikulum yang diterapkan tidak mencapai target atau tujuan yang dikendaki bahkan akan mengalami kegagalan.
Balajar dari pengalaman, lalu timbul pertanyaan yang perlu kita kembangkan secara bersama, antara lain ; Materi kuliah apakah yang diberikan oleh LPTK untuk mata kuliah kurikulum pendidikan dan teori balajar? Apakan dengan adanya kebebasan guru untuk berkreatifitas dalam pengembangan kurikulum pembelajarannnya akan membawa kearah peningkatan mutu pendidikan ? bagaimana dengan budaya kerja guru-guru kita ? dan apakah sertifikasi juga mengarah pada pembedahan wawasan guru tentang cara pandang kurikulum ? beberapa pertanyaan ini menuntut seorang guru/calon guru untuk memiliki manajemen pengembangan kurikulum yang baik.
Dalam manajemen pengembangan kurikulum ada beberapa problem yang akan didapati yang berkaitan dengan standar isi dan standar kurikulum; (1) bagaimanakah membatasi ruang lingkup atau keluasan materi; (2) bagaimanakah mangkaitkan relevansi materi dengan kompotensi yang dibutuhkan; (3) Bagaimana memilih materi agar ada keseimbangan untuk peserta didik maju dan yang lamban belajar; (4) Bagaimanakah mengintegrasikan materi yang satu dengan materi lainnya sehingga tidak terjadi duplikasi; (5) Bagaimanakah mengurutkan materi dan kompotensi yang diperlukan; (6) bagaimanakah agar materi atau kompotensi berkesinambungan dan berjenjang; (7)
Bagaimanakah merealisasikan artikulasi materi atau kompotensi secara menyeluruh; (8) Bagaimanakah materi atau kompotensi yang diberikan dapat menjangkau masa depan/memiliki daya guna bagi kehidupan peserta didik.
Kedelapan persoalan ini harus mampu dianalisis oleh seorang guru sehingga dapat menciptakan serta mengembangkan kurikulum yang baik Ini tentunya diperlukan verivikasi secara terus-menerus agar materi yang dikembangkan selalu up to date untuk kebutuhan pasar. Jagi guru dituntut mampu melakukan paln, do, check, action (PDCA).
Jadi sudah tidak relevan lagi jika kegiatan ilmiah hanya mendengarkan orang ceramah saja, sebaliknya action plan yang dapat menjawab terhadap pemahaman kurikulum. Dengan demikian, gurulah yang menjadi pengembang kurikulum. Sebaliknya BSNP tidak menjadi line staff, cukup membuat standar kompetensi minimal yang harus dikuasai oleh peserta didik dalam ujian nasinal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar