Minggu, 31 Mei 2009

Pembiayaan pendidikan

Sayidiman Suryohadiprojo
Jakarta, 15 Januari 2009
sayidiman.suryohadiprojo.com
Timbul pertanyaan penting : Siapa yang harus membiayai Pendidikan satu bangsa ?
Karena pentingnya peran Pendidikan bagi kemampuan satu bangsa untuk memelihara Kesintasan dan kemampuan Kerjasama serta Persaingan, maka ada negara yang mengambil tanggungjawab sepenuhnya dalam pembiayaan itu. Itu antara lain dilakukan Jerman sejak Abad ke-19 karena para pemimpinnya melihat Pendidikan juga sebagai usaha mencegah keretakan bangsanya yang dapat timbul karena kuatnya perbedaan agama Protestan dan Katolik di masyarakat Jerman. Ada pula negara yang mengambil tanggungjawab pembiayaan penuh Pendidikan Dasar dan Menengah, sedangkan untuk Pendidikan Tinggi dilakukan bersama non-pemerintah, seperti dilakukan Malaysia.
Kita harus menemukan cara yang tepat bagi pembiayaan pendidikan di Indonesia agar Pendidikan dapat berjalan sesuai dengan Tujuannya. Adalah jelas bahwa sesuai dengan petunjuk UUD 1945 Negara mempunyai tanggungjawab besar dalam melaksanakan Pendidikan.
Ini berarti bahwa Negara harus selalu mengusahakan revenue atau pemasukan Negara yang besar agar dapat menjalankan peran Pendidikannya dengan semestinya. Sekalipun ditetapkan dalam UUD bahwa Negara mempunyai tanggungjawab besar dalam Pendidikan, tetapi kalau keuangan Negara kurang kuat maka akan sukar sekali membangun Pendidikan yang diperlukan. Sekarang telah ditetapkan bahwa 20% APBN disediakan untuk Pendidikan. Namun selama keuangan Negara lemah jumlah APBN juga tidak banyak, sehingga 20% APBN bukan jumlah uang yang banyak. Kalau dengan Dana yang relatif sedikit itu harus dibiayai seluruh kegiatan Pendidikan, khususnya Sistem Sekolah dari mulai Pendidikian Dasar sampai Pendidikan Tinggi, tidak mungkin ada dana yang memadai bagi pelaksanaan Pendidikan Bermutu. Akibatnya Indonesia menjadi lemah di semua tingkatan karena Pendidikan harus bermutu. Sebab itu selama Indonesia belum mencapai tingkat kesejahteraan yang tinggi sukar diharapkan ada pemasukan negara yang tinggi sehingga anggaran pendidikan juga relatif rendah. Jelas tetap berlaku bahwa hanya dengan Rakyat Sejahytera Negara Kuat.
Memperhatikan kondisi kesejahteraan bangsa maka nampaknya Negara harus melakukan prioritas pembiayaan dengan lebih dahulu mengambil tanggungjawab penuh atas pembiayaan Pendidikan Dasar yang terdiri atas Pendidikan Taman Kanak-Kanak 2 tahun, Sekolah Dasar 6 tahun dan Sekolah Lanjutan Pertama 3 tahun, seluruhnya 11 tahun. Pembiayaan penuh berarti bahwa benar-benar seluruh pengeluaran yang dilakukan untuk menjalankan tiga tingkat pendidikan itu ditanggung oleh Negara, dan orang tua murid tidak keluar biaya apa pun. Tidak hanya penting melihat ini secara kuantitatif, melainkan harus juga diperhatikan agar pendidikan di tingkat itu dilakukan dengan kualitas yang tinggi di seluruh Indonesia. Itu berarti diperlukan penyelenggaraan Pendidikan Guru yang baik untuk memperoleh Korps Guru yang bermutu, meliputi para Guru Taman Kanak-Kanak, Guru Kelas dan Guru Mata Pelajaran yang benar-benar kompeten untuk SD dan SLP. Demikian pula disediakan fasilitas pendidikan yang baik, sesuai keperluan. Untuk daerah Papua dan Kalimantan mungkin sekali diperlukan asrama untuk murid-murid yang tinggalnya cukup jauh dari tempat sekolah, khususnya untuk SLP. Selain itu semua SD dan SLP harus mempunyai fasilitas olahraga yang diperlukan, seperti lapangan, lokal olahraga atau gymnasium, dan bahkan kolam renang.
Kalau ada Pendidikan Dasar yang dilakukan masyarakat dengan membentuk Sekolah Swasta, maka dengan sendirinya tanggungjawab utama ada pada para Pendirinya. Namun demikian, karena Negara bertanggungjawab penuh atas Pendidikan Dasar, segala aspek Pendidikan Dasar yang dilakukan di Sekolah Swasta itu juga harus dibiayai Negara. Agar pembiayaan itu benar-benar memberikan manfaat yang diinginkan Negara, maka harus diadakan kontrol saksama bahwa pelaksanaan pendidikan oleh Sekolah Swasta itu mempunyai mutu yang sekurangnya sama dengan mutu Pendidikan Dasar yang dilakukan Sekolah Pemerintah. Yang tidak menjalankan itu dengan sendirinya tidak berhak untuk memperoleh pembiayaan Negara.
Kalau Negara dapat melakukan kewajiban ini dengan sebaik-baiknya, maka sudah tercapai kemajuan bagi bangsa Indonesia.
Kemudian dengan meningkatnya kekayaan Negara pada tahap berikut harus pula diambil tanggungjawab penuh untuk Pendidikan Menengah terdiri dari SMA dan SMK.
Akan tetapi sebelum Negara cukup kuat keuangannya untuk mengambil tanggungjawab penuh, maka pembiayaan Pendidikan Menengah dilakukan bersama antara Negara dan Masyarakat. Sebaiknya peran Masyarakat adalah dengan menyelenggarakan SMA dan SMK sendiri, di samping ada SMA dan SMK Pemerintah. Sekalipun ada sekolah milik Negara dan milik Swasta, namun semua harus dijalankan dengan mutu yang selalu dikontrol oleh Badan Akreditasi.
SMA dan SMK penting sekali mutunya bagi Negara. Mutu SMA penting karena lulusannya pada dasarnya akan melanjutkan langsung ke Pendidikan Tinggi yang memerlukan calon mahasiswa yang benar siap mengikuti Pendidikan Tinggi. Sedangkan mutu SMK penting, dan malahan mungkin lebih penting, karena lulusannya akan langsung bekerja untuk menjadi Kader Menengah di dunia usaha. Sumber Daya Manusia (SDM) dunia usaha Indonesia banyak sekali ditentukan kualitas kerjanya oleh lulusan SMK ini.
SMA dan SMK yang diselenggarakan pihak swasta pada dasarnya dibiayai lembaga pendidikan swasta yang umumnya berbentuk yayasan. Hanya yayasan yang cukup kuat keuangannya yang mampu membentuk SMA dan SMK. Tanpa keuangan memadai sukar untuk menjadikan pendidikannya bermutu dan karena itu malahan menghasilkan lulusan yang tidak sesuai, bahkan mungkin bertentangan, dengan Tujuan Pendidikan. Dapat dipikirkan bagaimana Negara atau pemerintah dapat memberikan bantuan pembiayaan kepada yayasan pendidikan swasta itu, tetapi karena pemerintah masih terbatas keuangannya dan titikberatnya adalah pada Pendidikian Dasar, sedangkan pemerintah juga masih harus membiayai SMA dan SMK nya sendiri, maka dalam kenyataan tidak banyak yang dapat diharapkan yayasan pendidikan swasta dari bantuan pembiayaan pemerintah. Untuk menjaga terpeliharanya mutu SMA dan SMK juga perlu selalu diawasi Badan Akreditasi Nasional.
SMA dan SMK yang diselenggarakan Negara penting sekali, sebagaimana diuraikan sebelumnya. Sebab itu pemerintah harus melakukan pembiayaan sebaik mungkin sehingga kurang membebani masyarakat, khususnya para orang tua yang kurang mampu. Akan tetapi karena pembiayaan bagi SMA dan terutama SMK tidak sedikit, untuk sementara perlu masih ada peran masyarakat. Meskipun ada peran masyarakat namun sebaiknya dibatasi pada pembayaran Uang Sekolah, Uang Ujian dan pembiayaan lain yang ditetapkan bersama dalam Dewan Sekolah.
Ada murid yang setelah lulus Pendidikan Menengah mau langsung melanjutkan ke Pendidikan Tinggi. Akan tetapi ada juga yang lebih berminat unuk cepat bekerja dan memperoleh penghasilan, sedangkan baru di kemudian hari masuk Pendidikan Tinggi. Untuk grup pertama adalah SMA, sedangkan untuk grup kedua SMK.
Mutu SMA dan SMK, dan khususnya SMK, di seluruh Indonesia menentukan sekali mutu Sumber Daya Manusia (SDM) bangsa Indonesia. Peningkatan mutu itu sangat berpengaruh pada perkembangan ekonomi dan kesejahteraan bangsa. Dengan hasil pendidikan SMK yang baik warga negara laki-laki maupun perempuan dapat segera memperoleh pekerjaan dan penghasilan yang memadai, karena setiap usaha sangat tergantung pada kehadiran Kader Menengah yang ditelorkan sekolah itu. Hal ini akan meningkatkan Daya Beli masyarakat. Dengan begitu tidak perlu semua orang langsung menempuh Pendidikan Tinggi yang tidak murah itu. Kalau toh berminat untuk memperoleh Pendidikan Tinggi, hal itu dilakukan setelah ada pengalaman bekerja dan ada kemampuan memperoleh penghasilan. Sedangkan yang dari SMA yang langsung menempuh Pendidikan TInggi adalah benar-benar orang-orang yang sesuai kondisinya untuk dapat menyelesaikan pendidikan itu dengan cepat serta kemudian menjalankan peran akademis atau penelitian yang penting.
Orang yang hendak menggunakan penyelenggaraan Pendidikan Menengah untuk keperluan money making atau komersial rupanya dalam kenyataan sukar dilarang. Akan tetapi ia harus betul-betul yakin bahwa ia sanggup menyelenggarakannya dengan mutu berdasarkan Dana yang ia himpun dengan yayasannya. Ia tidak dapat dan tidak berhak menuntut bantuan pemerintah dalam penyelenggaraan itu kalau mutunya tidak memadai. Sedangkan bantuan itupun, kalau diberikan, tidak akan cukup untuk membiayai seluruh kegiatan operasional sekolahnya. Ia tidak bisa menggunakan alasan bahwa ia melakukan jasa kepada masyarakat dengan membuka pendidikan menengah itu kalau ia tidak sanggup menjamin mtunya. Malahan ia melakukan satu disservice kepada masyarakat, karena menghasilkan pendidikan yang kurang berguna dengan memungut biaya dari masyarakat. Sebab itu Badan Akreditasi Nasional harus bersikap lugas dalam menjalankan tugasnya mengontrol bahwa pendidikan dijalankian dengan bermutu. Sekarang ada cukup banyak Pendidikan Menengah Swasta yang bermutu di Indonesia, tetapi juga masih banyak yang kurang bermutu. Hal ini harus dicegah demi kepentingan masa depan Bangsa.
Untuk pembiayaan Pendidikan Tinggi masalahnya lebih musjkil lagi bagi negara seperti Indonesia yang belum tinggi kesejahteraannya dan lemah keuangannya. Persoalannya semacam di Pendidikan Menengah, tetapi lebih rumit lagi. Sudah jelas bahwa Negara sesudah memberikan titikberat perhatian dan pembiayaan kepada Pendidikan Dasar, maka prioritas berikut adalah Pendidikan Menengah. Tidak ada gunanya memberikan prioritas tinggi kepada Pendidikan Tinggi kalau Pendidikan Menengah kurang bermutu. Lulusan SMA yang kurang memadai penguasaan dasar ilmiahnya amat sulit menjadi mahasiswa yang normal saja di Pendidikan TInggi. Maka kalau Pendidikan Tinggi lebih rendah prioritasnya dalam pembiayaan Negara, padahal juga harus menghasilkan mutu yang diperlukan, maka itu berarti bahwa jumlah pembiayaan Negara harus tertuju kepada Perguruan Tinggi yang jumlahnya terbatas. Atau kepada Perguruan Tinggi diberikan otonomi luas untuk menambah kemampuan pembiayaan, di samping yang diperolehnya dari Negara.
Dalam hal demikian sebenarnya tidak sesuai dengan Tujuan Pendidikan kalau ada kehendak kalangan tertentu agar Negara dalam kondisinya sekarang memberikan bantuan yang memadai untuk semua Perguruan Tinggi, baik milik Negara maupun Swasta, dengan jumlah milik Swasta jauh lebih banyak.
Dari uraian para pimpinan Universitas tentang biaya yang diperlukan untuk operasi Universitasnya dengan baik, nampak sekali bahwa Negara hanya mampu memberikan bagian yang relatif sangat terbatas. Sekarang biaya mahasiswa di Indonesia yang disediakan pemerintah hanya kecil dibandingkan dari keperluan minimal untuk menjalankan Universitas itu bermutu. Apalagi kalau dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan Universitas di Malaysia, Thailand dan terutama Singapore. Kalau demikian halnya sukar sekali bagi Perguruan Tinggi di Indonesia untuk mencapai tingkat dunia. Itu berarti bahwa lulusannya pada umumnya sukar bersaing dalam kemampuan dengan lulusan Perguruan Tinggi Singapore.
Sebab itu kita harus menerima kenyataan bahwa biaya untuk Pendidikan Tinggi adalah besar, terutama di Universitas. Meskipun pimpinan Universitas berhasil melakukan usaha untuk memperoleh tambahan pembiayaan, seperti dalam pelaksanaan riset dan lainnya , namun dengan terbatasnya bantuan Negara biaya yang harus dikeluarkan orang tua mahasiswa tinggi.
Memang adalah tidak dapat dibenarkan bahwa Pendidikan Universitas hanya tertuju untuk anak orang kaya, padahal ada anak-anak cerdas tetapi kurang mampu. Untuk mengatasi itu kuncinya terletak dalam Sistem Beasiswa yang harus dirancang Perguruan Tinggi sehingga Universitas tetap dapat menerima dan mendidik anak-anak cerdas yang orangtuanya miskin. Di Amerika Serikat yang kebanyakan Universitasnya adalah swasta dan biayanya tidak murah, adalah beasiswa yang memungkinkan memberikan pendidikan kepada anak-anak cerdas tapi miskin orang tuanya. Dengan begitu anak-anak itu terus berkembang kemampuannya sehingga sangat bermanfaat bagi Negara dan bangsanya.
Kalau di Indonesia persoalan pembiayaan sudah amat berat bagi Universitas Negeri, apalagi bagi Universitas Swasta yang sangat tergantung dari kekayaan dan kemampuan yayasan pendukungnya.
Maka kalau masyarakat menginginkan agar pembiayaan pendidikan sampai Pendidikan Tinggi tidak menjadi beban orang tua, maka kuncinya hanya satu, yaitu Negara harus menjadi sejahtera sehingga sanggup membiayai sepenuhnya segala keperluan pendidikan mulai Taman Kanak-Kanak hingga Pendidikan Tinggi.
Sebelum itu tercapai mau tidak mau hanya anak-anak yang cerdas dan memperoleh dukungan, baik dari beasiswa yang ia peroleh atau dari orang tua, yang dapat menempuh pendidikan hingga Pendidikan Tinggi secara teratur. Dan ini tidak boleh dikorbankan dengan menurunkan mutu Pendidikan keseluruhannya serta luasnya Pendidikan Dasar yang harus mencapai semua anak negeri.
Selain itu harus ada sikap yang realis bahwa menjadi warga negara yang produktif tidak hanya tergantung pada Pendidikan Universitas. Orang yang sifatnya kreatif dan innovatif dapat menjadi orang yang produktif bagi masyarakat dengan mengikuti Pendidikan Dasar yang baik ditambah kursus-kursus yang bermutu. Maka yang amat penting bagi Indonesia sekarang adalah menyelenggarakan Pendidikan Dasar bermutu dan luas serta dibiayai sepenuhnya oleh Negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar