Minggu, 31 Mei 2009

Alokasi anggaran pendidikan di era otonomi daerah

Oleh Nina Toyamah,
Syaikhu Usman groups.yahoo.com
Tanggung jawab pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan dasar masih sangat besar, lebih dari 90% sekolah dasar (SD) berstatus sebagai milik pemerintah. Sementara itu tekad untuk memperbaiki pelayanan pendidikan dasar masih dihadapkan pada persoalan tidak meratanya kesempatan, rendahnya kualitas dan relevansi pendidikan, serta lemahnya manajemen penyelenggaraan pendidikan. Untuk itu, pemerintah pusat dan daerah dituntut untuk melakukan berbagai program pembangunan pendidikan, dibarengi dengan tekad untuk memprioritaskan alokasi anggaran pada sektor pendidikan. Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang No. 20, 2003 tentang Sisdiknas, dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan mendapat alokasi minimal 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan daerah (APBN dan APBD).
Kertas Kerja ini membahas perubahan alokasi anggaran di bidang pendidikan antara sebelum dan setelah pelaksanaan otonomi daerah1 serta potensi implikasinya terhadap kondisi pelayanan pendidikan dasar. Hasil survei SMERU bekerjasama dengan Bank Dunia tentang pelayanan pendidikan dasar pada tahun 2002 di lima kabupaten dan lima kota sampel serta beberapa hasil penelitian SMERU lainnya melengkapi analisis dalam laporan ini.
Penerapan mekanisme aliran dana dari pusat ke daerah melalui dana perimbangan, khususnya melalui dana alokasi umum (DAU) yang bersifat 'block grant', diharapkan memberikan kepastian dan keleluasaan kepada pemerintah daerah (pemda) dalam menerima dan mengalokasikan anggarannya. Di samping itu, terdapat dana lain yang mengalir ke daerah, yaitu melalui mekanisme pelaksanaan dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
Secara agregat, jumlah dana yang dikelola pemda provinsi dan kabupaten/kota setelah otonomi daerah mengalami peningkatan cukup tajam. Dana dari pusat mendominasi sumber penerimaan daerah. Kontribusi pendapatan asli daerah (PAD) terhadap penerimaan provinsi rata-rata sepertiga dari total penerimaan, sedangkan di tingkat kabupaten/kota kurang dari 10%. Demikian pula di kabupaten/kota sampel, lebih dari 70% penerimaan daerah berasal dari DAU, kecuali untuk Kota Pekanbaru, Kota Cilegon, dan Kota Bandung yang proporsi penerimaan DAU-nya kurang dari 50%. Kota-kota tersebut memiliki sumber penerimaan cukup besar dari bagi hasil bukan pajak dan/atau pajak. Sumbangan PAD terhadap total penerimaan daerah kabupaten berkisar antara 7-8%, dan untuk daerah kota mencapai lebih dari 10%, di Kota Cilegon bahkan lebih dari 20%.
Belanja rutin mendominasi pengeluaran pemerintah pusat dan daerah. Sebagian besar belanja rutin daerah dialokasikan untuk belanja pegawai. Setelah otonomi daerah (TA 2002), belanja pegawai daerah meningkat hampir tiga kali lipat dibanding pada TA 1999/2000. Kenaikan ini disebabkan banyaknya alih status pegawai dari pusat ke daerah, terutama ke tingkat kabupaten/kota.
Selama tiga tahun pelaksanaan otonomi daerah, belanja rutin pemerintah pusat untuk sektor pendidikan dan kebudayaan rata-rata kurang dari 3%, sementara untuk sektor perdagangan rata-rata mencapai 80%. Namun, sektor pendidikan dan kebudayaan menerima alokasi belanja pembangunan pemerintah pusat terbesar, yaitu lebih dari 20% dengan kecenderungan terus meningkat.
Secara agregat, proporsi alokasi belanja pembangunan di tingkat provinsi dan di tingkat kabupaten/kota setelah otonomi daerah juga meningkat, baik secara total maupun sektoral. Sektor pendidikan dan kebudayaan adalah penerima proporsi belanja pembangunan terbesar ketiga setelah sektor transportasi dan sektor aparatur pemerintah dengan kecenderungan yang juga meningkat. Namun, di kabupaten/kota sampel studi SMERU menunjukkan bahwa proporsi anggaran pembangunan sektor pendidikan realisasi 2001 dan rencana 2002 rata-rata sekitar 8% dari total anggaran pembangunan atau sekitar 2% dari total belanja APBD. Proporsi anggaran ini menurun jika dibandingkan dengan sebelum otonomi daerah (1999/2000) yang masing-masing mencapai sekitar 11% dan 3%.
Pada TA 2001 dan 2002 anggaran yang dikelola Dinas Pendidikan dan Kebudayaan kabupaten/kota mencapai lebih dari 30% dari total APBD merupakan penerima anggaran terbesar dibandingkan yang diterima dinas lainnya. Proporsi anggaran belanja pegawai mencapai lebih dari 40% dari total anggaran rutin APBD atau sekitar 90% dari total anggaran dinas tersebut. Hal ini disebabkan karena bagian terbesar pegawai daerah adalah guru. Hanya Kota Pasuruan dan Kota Cilegon yang telah mengalokasikan dana pendidikan di luar belanja pegawai lebih dari 20% dari APBDnya. Dalam waktu dekat, bagi sebagian besar daerah akan sulit memenuhi anggaran pendidikan minimal 20% dari APBDnya.
Penetapan besarnya anggaran program pembinaan pendidikan dasar (SDN) sepenuhnya menjadi kewenangan pemda. Oleh karenanya, antara satu daerah dengan daerah lain terdapat bentuk program dan alokasi anggaran yang bervariasi. Sebagian besar anggaran program pembinaan digunakan untuk pembangunan atau pengembangan SD/MI (Madrasah Ibtidaiyah) yang lebih bersifat fisik. Akibatnya, pembiayaan untuk menunjang kegiatan belajar mengajar cenderung rendah. Kemudian dilihat dari keterkaitan antara rumusan visi dan misi daerah dengan alokasi anggarannya, sebagian besar daerah sampel tidak secara konsisten mengaitkan antara keduanya. Daerah yang secara tegas menyebut "pendidikan" dalam visi dan misinya, ternyata tidak satu pun menempatkan sektor pendidikan ke dalam tiga besar penerima anggaran pembangunan. Sebaliknya, Kabupaten Lombok Barat dan Kota Pasuruan yang tidak menyebut secara tegas sektor "pendidikan" dalam visi dan misinya, justeru menempatkan sektor pendidikan ke dalam tiga besar penerima anggaran pembangunan.
Dana yang langsung diterima SD Negeri dari anggaran pembangunan adalah bantuan dana operasional dan pemeliharaan (DOP), sedangkan dari anggaran rutin berupa sumbangan biaya penyelenggaraan pendidikan (SBPP). Namun pengalokasian dana-dana tersebut tidak dilakukan setiap tahun oleh semua kabupaten/kota. Selain itu, dalam kenyataannya tidak semua dana digunakan secara langsung untuk proses belajar- mengajar di dalam kelas. Di beberapa daerah dana tersebut digunakan untuk biaya kantor, perjalanan dinas, dan kesejahteraan pegawai.
Salah satu upaya untuk menambah dana operasional sekolah adalah melalui pelibatan orang tua murid dalam pembiayaan pendidikan. Hasil temuan SMERU menunjukkan, jika dibandingkan dengan dana yang diperoleh langsung dari pemerintah, kontribusi orang tua murid cenderung lebih besar. Padahal akibat krisis ekonomi, sampai sekarang upaya menarik partisipasi masyarakat masih sulit. Di samping itu, selama lebih dari tiga dekade partisipasi masyarakat cenderung terabaikan oleh adanya berbagai program bantuan dan subsidi pemerintah.
Terlepas dari persoalan anggaran, hasil pengamatan SMERU menunjukkan bahwa hambatan di bidang pendidikan yang dihadapi daerah sejak sebelum otonomi daerah hingga kini belum banyak bergeser. Persoalannya masih di sekitar permasalahan sarana dan prasarana pendidikan yang tidak lengkap, jumlah dan mutu tenaga yang kurang dengan ketersebaran yang tidak merata. Akibatnya, kegiatan belajar-mengajar yang mengarah pada upaya perbaikan hasil belajar sulit terwujud. Banyak pihak menilai pengelolaan pelayanan pendidikan dasar di era otonomi daerah tidak menunjukkan perobahan berarti, bahkan cenderung memburuk.
Pendidikan di Indonesia menghadapi dilema terbatasnya anggaran di satu pihak dan tuntutan peningkatan mutu di lain pihak. Anggaran memang penting, tetapi yang lebih diperlukan adalah adanya kesepakatan nasional tentang kebijakan pembangunan pendidikan yang didukung oleh kebersamaan tekad untuk melaksanakannya. Oleh karenanya langkah pertama yang harus dilakukan adalah mempraktekkan keterbukaan dan pengefisienan penggunaan anggaran yang tersedia. Pemerintah pusat dan daerah harus berupaya mencegah dan menekan kebocoran anggaran. Bersamaan dengan itu pemerintah pusat harus bertanggungjawab dalam menghindari terjadinya kesenjangan yang mencolok antar daerah, baik dalam proses maupun kinerja sektor pendidikan. Di samping itu semua, dialog terbuka dan berkesinambungan dengan masyarakat harus terus dijalin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar