Minggu, 20 Juli 2008 | 18:55 WIB
Kompas.com
BANDUNG, MINGGU - Sekolah harus bisa memberi akses bagi masyarakat tidak mampu. Di lain pihak, tetap tidak mengabaikan kualitasnya. Ini bisa ditempuh salah satunya melalui kebijakan subsidi silang pendanaan pendidikan.
Hal itu disampaikan Ketua Dewan Pendidikan Jawa Barat Uu Rukmana, Minggu (20/7). Menurutnya, konsep subsidi silang jauh lebih realistis dan ideal dibandingkan ide sekolah gratis yang kini banyak digembor-gemborkan. Konsep subsidi silang menyatukan keunggulan keterbukaan akses siswa miskin tanpa meninggalkan kualitas.
"Ini semua tergantung dari peranan komite sekolah. Mereka lah yang merancang. Bagi siswa-siswa miskin, jika itu disepakati, kan bisa saja mereka dibebaskan dari biaya," ujarnya. Sebagai gantinya, mereka yang mampu itu sepantasnya membayar lebih. Peran komite sekolah, sangatlah vital dalam mewujudkan konsep ini.
Menurut Uu, pembiayaan pendidikan seringkali tidak efektif. Baik dalam tataran pelaksanaan di sekolah maupun yang dianggarkan pemerintah daerah. "Anggaran jangan banyak diarahkan pada proyek-proyek. Ini hanya akan mengundang korupsi. Sebaliknya, seharusnya lebih kongkret, mengena ke masyarakat (pendidikan) langsung," tuturnya.
Terkait persoalan pembiayaan pendidikan ini, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jabar Dadang Dally mengingatkan sekolah agar tidak memungut biaya dalam bentuk apa pun selama proses penerimaan siswa baru. Tujuannya, agar sejak awal, masyarakat punya akses pendidikan ke sekolah mana pun. Tidak terkendala biaya. Permasalahan soal biaya pendidikan di sekolah ini menjadi agenda utama di dalam pertemuan Disdik Jabar dengan ketua komite kerja kepala sekolah se-Jabar, beberapa hari lalu.
Penetapan besarnya dana sumbangan pendidikan (DSP) itu harus didasarkan atas kesepakatan bersama pengelola dengan orang tua siswa yang diwakili komite sekolah. Besarnya sumbangan diukur dari kemampuan masyarakat. Dan, tidak boleh ada unsur paksaan, ucapnya dalam siaran persnya. Dana yang masuk ke sekolah pun wajib untuk dikelola secara transparan.
Mekanisme pasar bebas
Pelaksana Tugas Wali Kota Kota Bandung Edi Siswadi menuturkan, mekanisme dana bantuan ke sekolah dari pemda ke depannya menggunakan prinsip pramida terbalik. "Ke depan, dana bantuan itu hanya akan diberikan ke sekolah-sekolah yang tidak mampu saja. Sebaliknya, sekolah-sekolah favorit tidak ada (bantuan). Menggunakan mekanisme pasar bebas saja. Sehingga, pemerintah bisa lebih fokus," ucapnya.
Dana bantuan itu bernama UYHD (uang yang harus dipertanggungjawabkan). Besaran dana ini di tiap-tiap sekolah rata-rata Rp 150 juta. Sekolah favorit mendapat porsi terkecil, yaitu Rp 90 juta. Ini terjadi karena sekolah favorit dinilai mampu mendanai kebutuhannya sendiri, karena tingginya minat masyarakat.
Minggu, 31 Mei 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar