Rabu, 16 Januari 2008 | 19:44 WIB
BANDUNG, RABU – Ujian nasional memberi dampak luar biasa terhadap pikiran, tenaga, juga biaya calon pesertanya. Sekolah menghabiskan biaya puluhan juta, rata-rata 50 juta rupiah, untuk persiapannya. Sebuah cermin kepanikan masyarakat pendidikan terhadap pelaksanaan ujian nasional.
Demikian salah satu butir hasil temuan Koalisi Pendidikan Kota Bandung yang disampaikan Koordinatornya, Iwan Hermawan, Rabu (16/1). Di salah satu sekolah, menurut Iwan, besarnya biaya persiapan ujian nasional ditambah ujian sekolah mencapai 49 juta rupiah. Itu dibebankan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (APBS). Di tingkat SMP-SMA besaran dana berkisar 15-70 juta rupiah.
”Sekolah yang APBS-nya besar, biaya yang dianggarkan tentu akan lebih besar. Tidak tertutup kemungkinan, adanya pungutan langsung di luar APBS. Meski di dalam APBS, ujung-ujungnya bebannya (dana) kembali ke masyarakat. Misal, dana Sumbangan Pengembangan Pendidikan (SPP) jadi dinaikkan,” ucapnya.
Berdasarkan pos peruntukkan APBS, dana senilai puluhan juta itu ternyata lebih banyak digunakan untuk biaya pemantapan. Komponennya meliputi biaya panitia, honor guru mata pelajaran (termasuk transportasi), serta alat tulis kantor. Sisanya untuk try out lokal atau regional seperti yang sempat mengundang protes banyak kalangan, tahun lalu.
Di SMAN 13 Kota Bandung misalnya, besaran dana APBS yang dianggarkan untuk optimalisasi pembejalaran (persiapan ujian nasional) sebesar 16 juta rupiah. Namun, karena perkembangan kebutuhan terkini, salah satunya untuk memnuhi standar minimal pelayanan, jumlah dana itu kemudian dirasakan tidak cukup.
”Terpaksa, kekurangannya dikembalikan ke orangtua. Dalam draft, tiap-tiap anak kami minta tambahan 125 hingga 190 ribu rupiah. Tetapi, ini tidak memaksa. Siswa yang tidak mampu, kami bebaskan,” ucap Kepala SMAN 13 Kota Bandung Asep Turniawan.
Biaya penggarapan soal try out dengan komponen biaya konsultasi tim ahli guru menjadi salah satu porsi anggaran terbesar.
Di sekolah ini, pemantapan ujian nasional dilakukan mulai Semester II. Teknisnya yaitu 45 menit per mata pelajaran (IPA lima buah sedangkan IPS enam). Itu dilakukan tiap pagi, pukul 06.45 WIB, menjelang dimulainya pelajaran reguler. Fokus pemantapan pada latihan soal materi kelas I dan II yang berstandarkan standar kompetensi kelulusan atau SKL.
Menurut pakar pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia Said Hamid Hasan, ujian nasional hanyalah sebuah pemborosan. Pendidikan terasa kian mahal. Biaya yang dikeluarkan masyarakat langsung maupun lewat pemerintah terbuang percuma.
”Padahal, secara teknis akademis, ini (ujian nasional) adalah problem. Yang ditonjolkan hanyalah ingatan. Sementara, ingatan itu kan bentuk intelejensi yang paling primitif,” ucapnya.
Pemantapan dan segala implikasi biayanya dipandangnya sebagai implikasi yang wajar. Sebuah sikap kepanikan dan kekhawatiran dari sekolah maupun orangtua.
”Tiap sekolah bagaimanapun berupaya meluluskan siswa sebanyak-banyaknya. Maka, cara apa pun akan dilakukan,” ungkapnya kemudian. Iwan berpendapat senada, ujian nasional itu menyangkut reputasi sekolah. (JON)
Minggu, 31 Mei 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar